JEJAK SANG GURU 29
Kabar dari Kota
Pagi di desa selalu diawali dengan suara ayam berkokok dan langkah-langkah ringan para ibu yang menuju sumur. Kabut tipis masih menyelimuti perbukitan ketika Ustaz Mahfud bersiap berangkat ke madrasah. Hasan sudah lebih dulu berlari keluar rumah, membawa tasnya yang lusuh, siap untuk pelajaran hari ini.
Di tengah persiapan pagi, seorang pemuda datang ke rumah Ustaz Mahfud. Ia mengenakan jaket lusuh dan membawa sebuah amplop coklat.
"Assalamu'alaikum, Ustaz," sapanya sopan.
"Wa'alaikumussalam. Oh, kau Rudi, kan? Ada apa pagi-pagi ke sini?"
Rudi, yang merupakan salah satu pemuda desa yang bekerja sebagai kernet angkutan desa, menyerahkan amplop itu. "Ini surat dari anak Ustaz. Tadi pagi sampai di kota, dan dititipkan padaku waktu aku mengantar barang."
Mata Ustaz Mahfud berbinar. Sudah lama ia menantikan kabar dari anaknya. "Terima kasih, Rudi."
Rudi tersenyum lalu pamit. Ustaz Mahfud membuka surat itu dengan hati-hati dan mulai membaca di bawah cahaya pagi yang masih lembut.
> Assalamu’alaikum, Ayah dan Ibu.
Semoga Ayah dan Ibu dalam keadaan sehat. Aku ingin memberi kabar bahwa InsyaAllah aku bisa pulang bulan depan. Ada sedikit waktu luang setelah ujian, dan aku ingin sekali bertemu kalian.
Aku juga punya berita baik. Aku diterima bekerja paruh waktu di sebuah toko buku. Memang belum banyak hasilnya, tapi cukup untuk membantu biaya kuliah. Setiap kali aku melihat buku-buku agama di sana, aku ingat pelajaran dari Ayah di madrasah. Aku semakin yakin bahwa ilmu harus diamalkan, bukan sekadar dihafal.
Ayah, bagaimana keadaan madrasah? Bagaimana murid-muridnya? Apakah masih ada yang sering membolos seperti dulu? Aku rindu berjalan di jalan setapak menuju sekolah, rindu melihat anak-anak bermain di halaman, rindu suara tadarus di surau saat magrib.
InsyaAllah, jika nanti aku pulang, aku ingin berbincang lebih lama dengan Ayah. Banyak hal yang ingin kuceritakan dan kutanyakan. Semoga Ayah dan Ibu selalu diberi kesehatan.
Wassalamu’alaikum.
Anakmu.
Senyum mengembang di wajah Ustaz Mahfud. Bu Siti yang baru saja keluar dari dapur melihat ekspresi suaminya. "Apa katanya, Pak?"
"Dia akan pulang bulan depan, InsyaAllah," jawab Ustaz Mahfud pelan, matanya masih menatap tulisan anaknya.
Bu Siti tersenyum lega. "Alhamdulillah. Sudah lama kita tidak melihatnya."
Ustaz Mahfud mengangguk. Ia melipat surat itu dengan hati-hati dan menyimpannya di dalam laci meja kecil di ruang tamu.
Pagi itu terasa lebih hangat dari biasanya.
---
Komentar
Posting Komentar