JEJAK SANG GURU 28
Hujan di Jalan Setapak
Langit mulai mendung saat Hasan melangkah keluar dari madrasah. Ujian hari ini cukup menguras pikirannya, tapi ada kelegaan dalam hatinya. Ia berjalan perlahan di jalan setapak yang biasa dilaluinya setiap pulang sekolah, melewati kebun dan pekarangan rumah warga.
Tiba-tiba, angin bertiup lebih kencang, dan tak lama kemudian rintik hujan mulai turun. Hasan berhenti sejenak, menatap langit yang kelabu. Hujan semakin deras, membasahi tanah hingga aroma khas tanah basah tercium kuat.
Di kejauhan, suara anak-anak tertawa terdengar dari sawah. Hasan melihat beberapa temannya yang juga pulang sekolah malah berlarian ke tengah hujan, melepas baju mereka dan hanya menyisakan celana pendek. Mereka melompat-lompat di genangan air, saling mencipratkan air hujan ke wajah satu sama lain.
Hasan tersenyum. Di usianya yang masih sepuluh tahun, hujan adalah bagian dari kebahagiaan sederhana. Tanpa berpikir panjang, ia ikut berlari ke arah mereka.
“Hei, Hasan! Ayo ke sini!” teriak Fikri sambil menengadahkan tangan ke langit.
Hasan ragu sejenak. Ia ingat ibunya pasti akan marah jika ia pulang dalam keadaan basah kuyup. Tapi kegembiraan teman-temannya lebih menggoda. Ia akhirnya melepas tas dan bergabung bersama mereka, merasakan tetes hujan menyegarkan tubuhnya yang lelah.
Di pinggir jalan, seorang petani yang berteduh di bawah pohon menggelengkan kepala sambil tersenyum. “Dasar bocah-bocah, hujan kok malah dibuat mainan,” gumamnya.
Setelah beberapa lama, Hasan sadar bahwa hujan tak kunjung reda. Ia buru-buru mengambil tasnya dan mulai berlari pulang. Bajunya basah, celananya berlumpur, dan tubuhnya menggigil. Saat tiba di rumah, ibunya sudah menunggu di depan pintu dengan tangan di pinggang.
“Hasan! Kenapa basah kuyup begini?!” tegur ibunya.
Hasan menunduk. “Main hujan, Bu…” jawabnya lirih.
Ibunya menghela napas panjang, lalu menarik tangan Hasan masuk ke dalam rumah. “Cepat mandi dan ganti baju! Nanti masuk angin!”
Hasan menurut. Saat ia mengguyurkan air hangat ke tubuhnya, ia tersenyum sendiri. Hujan di jalan setapak hari ini akan menjadi kenangan yang ia ingat selamanya—tentang kebebasan, persahabatan, dan kebahagiaan sederhana yang hanya bisa dirasakan oleh anak-anak seusianya.
Di luar, hujan masih terus turun, membasahi jalan setapak yang akan selalu menjadi bagian dari masa kecilnya.
Komentar
Posting Komentar