JEJAK SANG GURU 7
Siang itu, setelah selesai belajar, anak-anak segera berhamburan keluar kelas. Seperti biasa, mereka bersemangat untuk bermain sebelum pulang. Lapangan kecil di belakang madrasah menjadi tempat favorit mereka untuk bermain bola kasti.
"Siapa yang mau jadi tim pertama?" tanya Hasan sambil menggenggam bola kasti yang sudah mulai aus.
"Aku, aku!" seru Jamal sambil mengangkat tangan tinggi-tinggi.
Mereka segera membagi dua tim. Hasan menjadi kapten tim pertama, sementara Umar memimpin tim lawan. Permainan dimulai dengan penuh semangat. Bola dilempar, dipukul, dan anak-anak berlari sekuat tenaga menghindari lemparan lawan.
Awalnya semua berjalan lancar. Namun, ketika giliran Umar memukul, ia mengayunkan kayu pemukul terlalu keras hingga bola melayang jauh ke luar lapangan.
"Eh, bolanya kemana?" tanya Jamal, mencoba mencari bola di antara semak-semak.
"Kita cari sama-sama," ujar Hasan.
Mereka berlarian ke arah bola yang jatuh di dekat pekarangan rumah warga. Hasan yang pertama menemukannya. Namun, saat ia hendak mengambil, Umar tiba-tiba merebutnya lebih dulu.
"Eh, bolanya aku yang nemu duluan!" protes Hasan.
"Tapi aku yang pukul, jadi aku yang ambil!" balas Umar.
Perdebatan kecil itu semakin memanas. Anak-anak lain mulai berkerumun.
"Sudahlah, yang penting bolanya ketemu," kata Jamal mencoba menengahi.
Namun Hasan dan Umar sudah telanjur kesal satu sama lain.
"Kamu selalu merasa paling hebat, Umar!" kata Hasan dengan nada tinggi.
"Dan kamu selalu ingin menang sendiri, Hasan!" balas Umar tak mau kalah.
Keadaan semakin tegang. Beberapa anak mulai berbisik-bisik. Situasi berubah semakin buruk ketika Hasan, yang emosi, langsung menarik bola dari tangan Umar.
Melihat itu, Umar mendorong Hasan hingga hampir terjatuh. Anak-anak lain langsung melerai mereka sebelum terjadi perkelahian.
"Cukup! Jangan bertengkar hanya karena bola!" seru Jamal.
Hasan dan Umar saling berpandangan, napas mereka masih tersengal oleh amarah.
Saat suasana masih panas, tiba-tiba terdengar suara tawa dari sudut lapangan.
"Kenapa kalian bertengkar hanya karena permainan?"
Mereka menoleh dan melihat seorang anak perempuan berdiri di dekat pagar pekarangan. Namanya Siti, gadis kecil yang dikenal sebagai "bunga desa" di antara teman-teman mereka. Ia cantik, cerdas, dan selalu berbicara lembut.
"Tidak baik bertengkar hanya karena hal kecil," katanya sambil tersenyum.
Beberapa anak mulai tersenyum malu-malu. Umar dan Hasan sama-sama terdiam.
Jamal menyikut Hasan pelan. "Hei, hati-hati, Hasan. Mungkin Siti lebih suka anak yang tidak suka bertengkar."
Mendengar itu, wajah Hasan dan Umar langsung memerah. Anak-anak lain tertawa kecil melihat ekspresi mereka.
"Ayo lanjut main lagi," kata Siti sambil tersenyum.
Hasan dan Umar akhirnya mengalah. Mereka berjabat tangan, menandakan perdamaian. Meski ada sedikit gengsi, mereka sadar bahwa persahabatan lebih penting daripada sekadar bola kasti.
Hari itu, mereka belajar bahwa dalam permainan, menang bukanlah segalanya. Yang lebih berharga adalah kebersamaan dan persahabatan.
Komentar
Posting Komentar